Jumat, 29 Oktober 2010

Vertikultur

Lahan yang sempit memang membuat kegiatan berkebun jadi kurang leluasa, namun dengan memanfaatkan ruang secara vertikal, berkebun menjadi lebih menyenangkan dengan kuantitas yang dapat ditingkatkan. Vertikultur adalah pola bercocok tanam yang menggunakan wadah tanam vertikal untuk mengatasi keterbatasan lahan. Pada kesempatan ini saya tertarik mencoba vertikultur dengan bambu berdiri sebagai wadahnya. Karena skalanya percobaan, saya hanya menggunakan dua batang bambu. Tidak semua jenis tanaman bisa atau cocok untuk vertikultur. Untungnya, hampir semua jenis sayuran bisa digunakan, yang kebetulan juga memang sesuai keinginan saya berkebun sayur mayur untuk kepentingan dapur. Dalam hal ini saya memilih tomat dan cabe merah. Untuk media tanam saya gunakan campuran tanah, kompos, dan sekam. Saya menggunakan bahan dan pola organik dalam bercocok tanam.

Pembuatan wadah tanam
Wadah tanam yang akan saya buat adalah dua batang bambu yang masing-masing panjangnya 120 cm, dengan pembagian 100 cm untuk wadah tanam dan 20 cm sisanya untuk ditanam ke tanah. Pada setiap bambu akan dibuat lubang tanam sebanyak 10 buah. Saya mulai dengan memilih bambu yang batangnya paling besar, lalu dipotong sesuai dengan ukuran yang ditetapkan. Semakin bagus kualitas bambu, semakin panjang pula masa pakainya. Di bagian 20 cm terdapat ruas yang nantinya akan menjadi ruas terakhir dihitung dari atas. Semua ruas bambu kecuali yang terakhir saya bobol dengan menggunakan linggis supaya keseluruan ruang dalam bambu terbuka. Di bagian inilah nantinya media tanam ditempatkan. Untuk ruas terakhir tidak dibobol keseluruhan, melainkan hanya dibuat sejumlah lubang kecil dengan paku untuk sirkulasi air keluar (atusan).
Potong bambu dan bobol semua ruas kecuali yang terakhir
Potong bambu dan bobol semua ruas kecuali yang terakhir
Selanjutnya saya membuat lubang tanam di sepanjang bagian 100 cm dengan menggunakan bor listrik. Anda tentu saja bisa menggunakan alat lain seperti pahat, atau apa saja yang Anda punya untuk membuat lubang. Lubang dibuat secara selang-seling pada keempat sisi bambu (saya asosiasikan permukan bambu dengan bidang kotak). Pada dua sisi yang saling berhadapan terdapat masing-masing tiga lubang tanam, pada dua sisi lainnya masing-masing dua lubang tanam, sehingga didapatkan 10 lubang tanam secara keseluruhan. Setiap lubang berdiameter kira-kira 1,5 cm, sedangkan jarak antar lubang saya buat 30 cm.
Buat lubang tanam sesuai ukuran bambu dan karakteristik tanaman
Buat lubang tanam sesuai ukuran bambu dan karakteristik tanaman
Jika diilustrasikan dengan permukaan datar, posisi lubang-lubang tanam akan tampak seperti gambar di bawah ini.
Ilustrasi posisi lubang pada permukaan datar
Ilustrasi posisi lubang pada permukaan datar
Kini saatnya menanam bambu dengan memasukkan 20 cm bagian bawah ke dalam tanah. Saya menempatkan kedua batang bambu pada jarak satu meter lebih, walaupun 40-50 cm barangkali masih memadai. Batang bambu tidak ditancapkan begitu saja, melainkan dibuatkan lubang dulu seperlunya.
Posisi wadah bambu yang telah ditanam di tanah
Posisi wadah bambu yang telah ditanam di tanah
Pengadaan media tanam
Media tanam adalah tempat tumbuhnya tanaman untuk menunjang perakaran. Dari media tanam inilah tanaman menyerap makanan berupa unsur hara melalui akarnya. Media tanam yang saya gunakan adalah campuran antara tanah, pupuk kompos, dan sekam dengan perbandingan 1:1:1. Setelah semua bahan terkumpul, dilakukan pencampuran hingga merata. Tanah dengan sifat koloidnya memiliki kemampuan untuk mengikat unsur hara, dan melalui air unsur hara dapat diserap oleh akar tanaman dengan prinsip pertukaran kation. Sekam berfungsi untuk menampung air di dalam tanah sedangkan kompos menjamin tersedianya bahan penting yang akan diuraikan menjadi unsur hara yang diperlukan tanaman.
Campuran media tanam kemudian dimasukkan ke dalam bambu hingga penuh. Untuk memastikan tidak ada ruang kosong, dapat digunakan bambu kecil atau kayu untuk mendorong tanah hingga ke dasar wadah (ruas terakhir). Media tanam di dalam bambu diusahakan agar tidak terlalu padat supaya air mudah mengalir, juga supaya akar tanaman tidak kesulitan “bernafas”, dan tidak terlalu renggang agar ada keleluasaan dalam mempertahankan air dan menjaga kelembaban.

Campuran media tanam antara tanah, kompos, dan sekam
Persiapan bibit tanaman dan penanaman
Jauh sebelum saya berencana membuat wadah vertikal, saya telah mulai mempersiapkan sejumlah bibit tanaman, tadinya untuk ditanam langsung ke tanah. Ketika tanaman sudah mencapai umur siap dipindahkan, barulah saya menetapkan ide untuk menanam secara vertikal. Jadi dalam hal ini, kebetulan waktunya tepat. Pada dasarnya ada tiga tahap dalam proses ini, yaitu persemaian, pemindahan, dan penanaman.
Seperti halnya menanam, menyemaikan benih juga memerlukan wadah dan media tanam. Wadah bisa apa saja sepanjang dapat diisi media tanam seperlunya dan memiliki lubang di bagian bawah untuk mengeluarkan kelebihan air. Di sini saya menggunakan wadah khusus persemaian benih yang disebut tray dengan jumlah lubang 128 buah (tray lain jumlah dan ukuran lubangnya bervariasi). Saya juga menggunakan sebuah pot ukuran sedang dan sebuah bekas tempat kue. Adapun untuk media tanamnya adalah media tanam dari produk jadi yang bersifat organik.
Wadah persemaian dan pemindahan tanaman di polybag
Jika menggunakan tray, jumlah benih yang dapat disemaikan sudah terukur karena setiap lubang diisi sebuah benih (walaupun bisa juga diisi 2 atau 3). Jika menggunakan wadah lain maka jumlah benih yang dapat disemaikan disesuaikan dengan ukuran wadahnya, dalam hal ini jarak tanam benih diatur sedemikian rupa agar tidak berdempetan. Dua-tiga minggu setelah persemaian benih sudah berkecambah dan mengeluarkan 3-4 daun. Idealnya, benih yang sudah tumbuh daun berjumlah 4-5 helai sudah layak dipindahtanamkan. Karena waktu itu saya belum berencana untuk menanamnya di tanah, juga belum terpikir tentang vertikultur, bibit-bibit tadi saya pindahkan ke polybag dan wadah-wadah lain yang bisa saya gunakan.
Bibit tanaman yang saya pindahkan ke wadah bambu sudah berumur lebih dari satu bulan, daunnya pun sudah bertambah. Karena saya hanya memiliki total 20 lubang tanam dari dua batang bambu, maka saya cukup leluasa untuk memilih 20 bibit terbaik. Saya memilih 10 bibit tanaman cabe merah dan 10 bibit tomat. Sebelum bibit-bibit ditanam di wadah bambu, terlebih dahulu saya menyiramkan air ke dalamnya. Saya menyiram hingga jenuh, ditandai dengan menetesnya air keluar dari lubang-lubang tanam. Setelah saya rasa cukup, saya pun mulai menanam bibit satu demi satu. Setiap lubang tanam saya bolongi lagi tanahnya untuk memasukkan akar. Semua bagian akar dari setiap bibit harus masuk ke dalam tanah. Setiap jenis bibit (cabe merah dan tomat) saya kelompokkan di wadah bambu terpisah. Kini saya memiliki dua “kebun vertikal”.

Penanaman bibit pada wadah bambu
Perkembangan dan pemeliharaan
Pada hari pertama setelah penanaman, sejumlah daun menguning dan beberapa di antaranya malah berguguran. Namun, 2-3 hari kemudian, daun-daun muda bermunculan. Satu bulan kemudian batang semakin besar, cabang bertambah, dan daun semakin rimbun, menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan meskipun tidak sepesat pola tanaman normal yang ditanam di tanah, atau setidaknya di pot.
Seperti halnya tanaman konvensional, tanaman vertikultur harus disiram dan dipupuk secara berkelanjutan, juga dilakukan penyemprotan untuk mencegah dan/atau membunuh hama pengganggu. Dan seperti juga tanaman dalam wadah lainnya, pemupukan harus lebih sering karena tanaman tidak mendapatkan unsur hara yang umumnya terdapat secara alami di dalam tanah. Karena posturnya yang jangkung dan wadah yang sebagian besar tertutup, saya berpikir bahwa yang cocok digunakan adalah pupuk cair. Saya memilih salah satu produk pupuk cair organik yang saat ini sudah banyak beredar di pasar. Untuk pengusir hama, saya juga menggunakan produk berbahan organik dari pasar yang selain untuk mengusir hama juga memiliki fungsi untuk mempercepat penguraian bahan pupuk organik.

Saya menyukai kenyataan walaupun awalnya agak aneh, bahwa untuk menyiram, saya hanya “memasukkan” air dari atas lubang bambu. Begitupun ketika mengaplikasikan pupuk cair. Selain itu saya juga mencipratkan air dan pupuk cair langsung ke daun tanaman, atau dengan menggunakan semprotan. Satu hal lagi yang meringankan saya dalam memelihara tanaman vertikultur adalah saya tidak perlu membersihkan gulma, karena memang (sejauh ini) belum ada gulma yang tumbuh. Bandingkan jika ditanam di tanah atau di pot yang memungkinkan gulma tumbuh sangat rajin. Hari ini dibersihkan, dua hari kemudian sudah muncul lagi.

Batang membesar, cabang bertambah, daun makin rimbun
Batang membesar, cabang bertambah, daun makin rimbun
Bentuk-bentuk veltikultur
Model dan bahan untuk membuat wadah vertikultur sangat banyak, tinggal disesuaikan dengan kondisi dan keinginan. Selain bambu dapat juga digunakan paralon, kaleng bekas, bahkan lembaran karung beras pun bisa. Ada beberapa model lain yang ingin dan telah saya coba, dengan bahan bambu yang sangat dominan. Saya hanya ingin memanfaatkan sisa-sisa bahan bangunan yang digunakan waktu renovasi, karena saya percaya bahwa salah satu filosofi dari vertikultur adalah memanfaatkan benda-benda bekas di sekitar kita.
rak mini
Model 1: rak mini
Bambu horizontal bertingkat
Model 2: Bambu tingkat
Rak bertingkat
Model 3: Rak bertingkat
Rak sederhana
Model 4: Rak sederhana
Anda tertarik? Selamat mencoba dan bervertikulturia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Acak

Related Posts with Thumbnails